Kamis, 11 Oktober 2012

Kisah Tokoh Sufi Uways Al Qoroni


Uways Al Qoroni, Pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang,berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya 2 helai sdh kusut yg satu utk penutup badan dan yang satunya utk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit. Dia.., jika bersumpah demi
Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu sampai disuruh memberi syafa’at, ternyata Allah memberi izin dia utk memberi syafa’at sejumlah qobilah Robi’ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkansurga tak ada yang ketinggalan karenanya.

Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya… Ada seorang fuqoha’ negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu
dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri”.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili
kecuali hanya ibunya yang telah tua renta serta lumpuh. Hanya
penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya
sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang
diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama
Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan utk membantu tetangganya
yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya sbg penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan
buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa
di siang hari dan bermunajat di malam harinya.. Uwais al-Qarni telah
memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad
SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah,
Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya.

Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur.
Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati
Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera
memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya
kebenaran…Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke
Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung.
Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan
cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru
datang dari Madinah.Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan
kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum.

Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk
bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang
cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu
yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya. Hari berganti dan musim
berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk
bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya
dalam hati, kapankah ia dapat bertemu Nabinya dan memandang wajah
beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat
membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya
selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.
Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi
hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi
menemui Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa
terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan
Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di
rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.
Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa
menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan
kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.

Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju
Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman.
Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir,
bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan
begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari,
semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras
baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya.

Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi
SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah
sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja
Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau
SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa
kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang
dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan
ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah
beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang
sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,”
Engkau harus lekas pulang”.

Karena ketaatan kepada ibunya,pesan ibunya tersebut telah mengalahkan
suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW.
Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah
r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya
untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang
kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa
Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni
langit (sangat terkenal di langit).

Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a.
dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah
r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali
ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak
dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rosulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia
(Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di
tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau SAW, memandang
kepada sayyidina Ali k.w (karomallahu wajhah) dan sayyidina Umar r.a.
dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia,
mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan
penghuni bumi”..

Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga
kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan
ke Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda
Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera
mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak
itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu
menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka.
Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya
yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan
kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan
mereka.

Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju
kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman,
segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan
menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan
bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di
perbatasan kota.

Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais
al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a.
dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang
melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab
salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan,
Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan
kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana
pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ..! Dia penghuni
langit.

Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ?
“Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun
tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi
siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata: “Nama saya
Uwais al-Qorni”. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu
Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut
bersama rombongan kafilah dagang saat itu.
Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan
mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah:
“Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan
Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a (minta
di doakan) dan istighfar dari anda”.

Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat
kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu
Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari
Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais
menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya hari ini
saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba
yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar
beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh
Uwais , waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab
bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus
dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami
sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin
berat.

Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut
berbulu dipojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya.
Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air. Betapa
terkejutnya kami melihat kejadian itu.
“Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh.
Lalu kami berseru lagi,” Demi Zat yang telah memberimu kekuatan
beribadah, tolonglah kami!”Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata:
“Apa yang terjadi ?” “Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus
angin dan dihantam ombak ?”tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian pada
Allah ! ”katanya. “Kami telah melakukannya.” “Keluarlah kalian dari
kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!”
Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu.
Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami
semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam
ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami,”Tak apalah harta
kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami
ingin tahu, siapakah namaTuan ? ”Tanya kami. “Uwais al-Qorni”.
Jawabnya dengan singkat.

Kemudian kami berkata lagi kepadanya, ”Sesungguhnya harta yang ada di
kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim
oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah
kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?”
tanyanya.“Ya,”jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat
di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam,
tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya
dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan
seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang
tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah
pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan
tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan
ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, disana sudah ada
orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika
orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada
orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan
dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan
untuk mengusungnya.

Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut
mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya,
lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi
tanda pada kuburannya,..(patok/batu nisan) akan tetapi sudah tak
terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah
orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa
pemerintahan sayyidina Umar r.a.)

Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman.
Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya
orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan
pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan
orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan
ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap
melaksanakannya terlebih dahulu.
Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya :
“Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? Bukankah Uwais yang
kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang
kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ?
Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman
dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal.
Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah
para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah
dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa
“Uwais al-Qorni” ternyata ia tak terkenal di bumi tapi menjadi
terkenal di langit….dikalangan para malaikat dan hamba2 allah yg mulia.

Kisah Hikmah Seorang Sufi dan Ahli Maksiat



Suatu hari, Ibrahim bin Adham didatangi oleh seseorang yang sudah sekian lama hidup dalam kemaksiatan, sering mencuri, selalu menipu, dan tak pernah bosan berzina. Orang ini mengadu kepada Ibrahim bin Adham, "Wahai tuan guru, aku seorang pendosa yang rasanya tak mungkin bisa keluar dari kubangan maksiat. Tapi, tolong ajari aku seandainya ada cara untuk menghentikan semua perbuatan tercela ini?" Ibrahim bin Adham menjawab, "Kalau kamu bisa selalu berpegang pada lima hal ini, niscaya kamu akan terjauhkan dari segala perbuatan dosa dan maksiat.

Pertama, jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, maka usahakanlah agar Allah jangan sampai melihat perbuatanmu itu." Orang itu terperangah, "Bagaimana mungkin, Tuan guru, bukankah Allah selalu melihat apa saja yang diperbuat oleh siapapun? Allah pasti tahu walaupun perbuatan itu dilakukan dalam kesendirian, di kamar yang gelap, bahkan di lubang semut pun."

Wahai anak muda, kalau yang melihat perbuatan dosa dan maksiatmu itu adalah tetanggamu, kawan dekatmu, atau orang yang kamu hormati, apakah kamu akan meneruskan perbuatanmu? Lalu mengapa terhadap Allah kamu tidak malu, sementara Dia melihat apa yang kamu perbuat?".

Orang itu lalu tertunduk dan berkata,"katakanlah yang kedua, Tuan guru!" Kedua, jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, maka jangan pernah lagi kamu makan rezeki Allah." Pendosa itu kembali terperangah, "Bagaimana mungkin, Tuan guru, bukankah semua rezeki yang ada di sekeliling manusia adalah dari Allah semata? Bahkan, air liur yang ada di mulut dan tenggorokanku adalah dari Allah jua." Ibrahim bin Adham menjawab, "Wahai anak muda, masih pantaskah kita makan rezeki Allah sementara setiap saat kita melanggar perintahNya dan melakukan laranganNya? Kalau kamu numpang makan kepada seseorang, sementara setiap saat kamu selalu mengecewakannya dan dia melihat perbuatanmu, masihkah kamu punya muka untuk terus makan darinya?".

"Sekali-kali tidak! Katakanlah yang ketiga, Tuan guru." Ketiga, kalau kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, janganlah kamu tinggal lagi di bumi Allah." Orang itu tersentak, "Bukankah semua tempat ini adalah milik Allah, Tuan guru? Bahkan, segenap planet, bintang dan langit adalah milikNya juga?" Ibrahim bin Adham menjawab,"Kalau kamu bertamu ke rumah seseorang, numpang makan dari semua miliknya, akankah kamu cukup tebal muka untuk melecehkan aturan-aturan tuan rumah itu sementara dia selalu tahu dan melihat apa yang kamu lakukan?".

Orang itu kembali terdiam, air mata menetes perlahan dari kelopak matanya lalu berkata, "Katakanlah yang keempat, Tuan guru." Keempat, jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, dan suatu saat malaikat maut datang untuk mencabut nyawamu sebelum kamu bertobat, tolaklah ia dan janganlah mau nyawamu dicabut." Bagaimana mungkin, Tuan guru? Bukankah tak seorang pun mampu menolak datangnya malaikat maut?" Ibrahim bin adham menjawab, "Kalau kamu tahu begitu, mengapa masih jua berbuat dosa dan maksiat? Tidakkah terpikir olehmu, jika suatu saat malaikat maut itu datang justru ketika kamu sedang mencuri, menipu, berzina dan melakukan dosa lainnya?".

Air mata menetes semakin deras dari kelopak mata orang tersebut, kemudian ia berkata, "Wahai tuan guru, katakanlah hal yang kelima." Kelima, jika kamu masih akan berbuat dosa, dan tiba-tiba malaikat maut mencabut nyawamu justru ketika sedang melakukan dosa, maka janganlah mau kalau nanti malaikat Malik akan memasukkanmu ke dalam neraka. Mintalah kepadanya kesempatan hidup sekali lagi agar kamu bisa bertobat dan menambal dosa-dosamu itu." Pemuda itupun berkata, "Bagaimana mungkin seseorang bisa minta kesempatan hidup lagi, Tuan guru? Bukankah hidup hanya sekali? Ibrahim bin Adham pun lalu berkata, "Oleh karena hidup hanya sekali anak muda, dan kita tak pernah tahu kapan maut akan menjemput kita, sementara semua yang telah diperbuat pasti akan kita pertanggung jawabkan di akhirat kelak, apakah kita masih akan menyia-nyiakan hidup ini hanya untuk menumpuk dosa dan maksiat?" pemuda itupun langsung pucat, dan dengan surau parau menahan ledakan tangis ia mengiba, "Cukup, Tuan guru, aku tak sanggup lagi mendengarnya."

Lalu ia pun beranjak pergi meninggalkan Ibrahim bin Adham. Dan sejak saat itu, orang-orang mengenalnya sebagai seorang ahli ibadah yang jauh dari perbuatan-perbuatan tercela.

Semoga kisah ini menjadi renungan bagi kita bersama dalam menapaki setiap langkah kita selagi hidup di dunia.

Sabtu, 06 Oktober 2012

Kisah Hikmah "Cinta Dunia Akan Membuatmu Binasa"

Dikisahkan oleh imam Al ghozali ra. bahwa Pada suatu ada seseorang ingin berguru pada nabi Isa AS, Sebenarnya nabi Isa AS tahu maksud dan niat orang tersebut tidak baik, tp Nabi Isa AS menuruti orang tersebut...
lalu nabi Isa AS berkata pada orang tersebut... "jika engkau ikut aku syaratnya jangan banyak bertanya dan engkau makan/minum dari tanganku...."
orang tersebut mengiyakan ucapan nabi Isa AS...

Disaat perjalanan orang tersebut bertanya pada nabi Isa AS bahwa saya lapar...
jawab nabi Isa AS... "ooo km lapar baiklah kebetulan aku bawa makanan..." lalu dikeluarkanlah makanan itu yang berisi 3 bungkus makanan...
lalu Nabi Isa As memberi 1 kpd muridnya itu dan nabi Isa as juga makan satu bungkus...
lalu si murid bertanya "saya haus setelah makan .."
"oooo km haus" kata nabi Isa AS, "baiklah aku akan carikan air, kamu diam disini..."
sewaktu Nabi Isa AS mencari air datanglah Iblis untuk menggoda murid nabi Isa AS untuk memakan sisa 1 bungkus makanan Nabi Isa AS dan akhirnya si murid memakannya karena masih lapar...
Datanglah Nabi Isa As membawa minuman lalu bertanya pada si murid... "makananku mana?"
lalu si murid menjawab "saya tidak tahu..."
"ooo ya sudah.." lalu dalam perjalan Nabi Isa AS menyebrangi sungai dengan berjalan diatas sungai si murid terheran heran setelah sampai... Nabi Isa AS bertanya "mana makananku yang 1 bungkus itu..."
lalu si murid menjawab "tidak tahu..."
"ooo baiklah..." lalu Nabi Isa AS dan muridnya melanjutkan perjalanan sehingga rasa lapar itu datang lagi bertanya si murid pada Nabi Isa AS bahwa "saya lapar..."
"ooo km lapar baiklah lalu nabi Isa AS memanggil seekor rusa kecil yang bermain bersama gerombolannya...lalu binatang tersebut di sembelih dan di bakar oleh Nabi Isa As dan muridnya.. seteleh tinggal tulang benulang lalu Nabi Isa As menghidupkan lagi binatang tersebut dengan seizin Allah Swt.... Tersentaklah si murid lalu nabi bertanya lagi pada si murid siapa yang mengambil makananku... si murid tetap berguman bahwa dia tidak tahu... "ooo baiklah" Lalu Nabi Isa As dan murid melanjutkan perjalananya..

Lalu pada suatu tempat nabi melihat 3 batang batu bata lalu dirubahnya menjadi emas lalu nabi Isa AS berkata pada muridnya "satu emas buat kamu satu untukku"
lalu si murid bertanya "lho... yang satu buat sapa?.."
oo yang satu itu buat orang yang mencuri makananku..."
lalu dengan spontan si murid mengakuinya bahwa yang mencuri makanan Nabi IsA AS adalah "aku..."
"OOO engkau telah berbohong atas kesalahanmu... perglah engkau dari sini... dan bawalah 3 batang emas ini..." dengan gembiranya si Murid meninggalkan Nabi Isa AS...

Hingga pada akhirnya... dia bertemu dengan 2 perampok karena takut di bunuh si murid tsb mengajukkan penawaran kpd perampok.. "km jgn bunuh saya ambilah 2 emas ini untuk kamu dan sisakan untukku 1 dan jadikan aku anggotamu..." setelah berpikir siperampok menyetujuinya... masuklah si Murid itu menjadi anggota perampok setelah melakukan perjalanan rasa lapar menjangkiti mereka sehingga mereka beristirahat dan berdiskusi untuk membeli makanan lalu di sepakati bahwa perampok satu yang membeli makan... saat membeli makanan si perampok tsb punya ide jahat untuk memberi racun tujuannya ingin menguasai emas tsb... sewaktu menunggu makanan si perampok satunya dan bekas murid nabi Isa AS bersekonkol untuk membunuh perampok satunya yang membeli makanan... lalu datanglah perampok yang membeli makanan tsb dan dibunuh oleh bekas murid Nabi Isa AS dan perampok satunya lalu karena rasa lapar perampok dan bekas murid Nabi Isa AS tsb memakan nasi yang telah diberi racun... lalu dengan sekejap mereka juga mati...

lalu Nabi Isa AS melewati jalan tsb dan di lihatnya bekas muridnya dan 2 orang perampok mati... lalu Nabi Isa AS berkata... "Inilah dunia.. demi dunia manusia saling membunuh dan saling menghasut..."

Kamis, 04 Oktober 2012

Kisah Hikmah Sang Guru Bijak Bersama Murid-muridnya

Ini adalah sebuah kisah yang pernah saya dengar saat saya masih kecil dulu, sebuah kisah yang sarat dengan hikmah... Kisah antara Guru yang bijak dengan beberapa muridnya, dangan gaya bahasa saya akan saya tuliskan kisahnya sebagai berikut...

Ada seorang Guru yang bijak lebih mencintai salah satu orang muridnya sebut saja Si Fulan namanya, Si Fulan adalah murid yang termuda diantara murid-murid yang lainnya. Karena atas perhatian dan kecintaannya Sang Guru Bijak tersebut pada Si Fulan yang lebih ketimbang murid-muridnya yang lain, hal itu tentu saja menimbulkan kecemburuan di kalangan murid-murid lainnya.

Sang Guru Bijak tersebut mengetahui gelagat para murid-muridnya yang menganggapnya pilih kasih terhadap Si Fulan. Sang Guru Bijak tersebut mempunyai rencana yang akan dilakukan pada murid-muridnya agar menjadi pelajaran bagi murid-muridnya kenapa ia sangat mencintai dan menyayangi Si Fulan.

Suatu hari Sang Guru Bijak menyuruh para muridnya menyembelih seekor ayam. Masing-masing disuruh menyembelih ayam itu di tempat yang tak diketahui oleh siapapun yang dapat melihatnya. Sang guru hanya berpesan agar mereka kembali paling lambat saat matahari terbenam.

Saat mereka kembali, semua murid membawa ayam sembelihan mereka ke hadapan sang guru. Namun anehnya Si Fulan kembali dengan membawa seekor ayam yang masih hidup. Tentu saja hal ini menjadi bahan tertawaan murid-murid yang lain.
 
Sang Guru Bijak kemudian menanyakan bagaimana mereka menjalankan perintahnya. Murid pertama mengatakan bahwa ia membawa ayam itu ke rumahnya, mengunci pintu kemudian menyembelihnya. Murid kedua mengatakan bahwa ia membawa ayam tersebut ke rumahnya, mengunci pintu, menutup tirai, kemudian masuk ke dalam lemari tertutup, lalu menyembelihnya. Murid ketiga juga membawa ayam itu ke dalam lemari tertutup, namun ia menutup matanya dengan kain sehingga ia sendiripun tak melihat proses penyembelihan tersebut. Murid lainnya pergi ke daerah gelap, yang terpencil di dalam hutan. Murid terakhir pergi ke sebuah gua yang gelap gulita.

Akhirnya tibalah giliran Si Fulan. Ia menundukkan kepalanya dengan malu. Ayamnya masih berkotek di dalam pelukannya. Dengan lirih ia berkata, “Aku telah membawa ayam ini ke dalam rumah. Tapi Tuhan berada di segala sisi rumah itu. Aku pergi ke tempat paling terpencil di hutan, tetapi Tuhan tetap ikut bersamaku. Bahkan di gua paling gelap sekalipun Tuhan berada di sana. Tak ada satu tempatpun dimana Tuhan tak dapat melihatku. Sang Guru Bijakpun tersenyum mendengar jawaban Si Fulan...
Akhirnya murid-murid yang lainnya sadar dan mengerti mengapa Sang Guru Bijak tersebut sangat mencintai dan menyayangi Si Fulan. Sejak saat itu kecemburuan murid-murid yang lain pada Si Fulan langsung sirna.

Mudah-mudahan kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.....

Selasa, 02 Oktober 2012

ASSALAMU'ALAIKUM... Untuk Sebuah Perenungan

Untuk sebuah perenungan...
Kutipan-kutipan puisi dari seorang wanita sufi terkenal yaitu Rabi'ah Al-adawiyah rodliallhu anha....


I
Alangkah sedihnya perasaan dimabuk cinta
Hatinya menggelepar menahan dahaga rindu
Cinta digenggam walau apapun terjadi
Tatkala terputus, ia sambung seperti mula
Lika-liku cinta, terkadang bertemu surga
Menikmati pertemuan indah dan abadi
Tapi tak jarang bertemu neraka
Dalam pertarungan yang tiada berpantai

II
Aku mencintai-Mu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingat-Mu
Cinta karena diri-Mu, adalah keadaan-Mu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
Bagi-Mu pujian untuk semua itu

III
Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cinta-Mu
Hingga tak ada satupun yang mengganguku dalam jumpa-Mu
Tuhanku, bintang gemintang berkelip-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu pintu istana pun telah rapat
Tuhanku, demikian malam pun berlalau
Dan inilah siang datang menjelang
Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku, Engkau terima
Hingga aku berhak mereguk bahagia
Ataukah itu Kau tolak, hingga aku dihimpit duka,
Demi kemahakuasaan-Mu
Inilah yang akan selalau ku lakukan
Selama Kau beri aku kehidupan
Demi kemanusian-Mu,
Andai Kau usir aku dari pintu-Mu
Aku tak akan pergi berlalu
Karena cintaku pada-Mu sepenuh kalbu

IV
Ya Allah, apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di dunia ini,
Berikanlah kepada musuh-musuh-Mu
Dan apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di akhirat nanti,
Berikanlah kepada sahabat-sahabat-Mu
Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku

V
Aku mengabdi kepada Tuhan
bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku pada-Nya
Ya Allah, jika aku menyembah-Mu
karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembah-Mu
karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu
yang abadi padaku

VI
Alangkah buruknya,
Orang yang menyembah Allah
Lantaran mengharap surga
Dan ingin diselamatkan dari api neraka
Seandainya surga dan neraka tak ada
Apakah engkau tidak akan menyembah-Nya?
Aku menyembah Allah
Lantaran mengharap ridha-Nya
Nikmat dan anugerah yang diberikan-Nya
Sudah cukup menggerakkan hatiku
Untuk menyembah-Mu

VII
Sulit menjelaskan apa hakikat cinta
Ia kerinduan dari gambaran perasaan
Hanya orang
yang merasakan dan mengetahui
Bagaimana mungkin
Engkau dapat menggambarkan
Sesuatu yang engkau sendiri bagai hilang
dari hadapan-Nya, walau ujudmu
Masih ada karena hatimu gembira yang
Membuat lidahmu kelu

VIII
Andai cintaku
Di sisimu sesuai dengan apa
Yang kulihat dalam mimpi
Berarti umurku telah terlewati
Tanpa sedikit pun memberi makna

IX
Tuhan, semua yang aku dengar
di alam raya ini, dari ciptaan-Mu
Kicauan burung, desiran dedaunan
Gemericik air pancuran
Senandung burung tekukur
Sepoian angin, gelegar guruh
Dan kilat yang berkejaran
Kini
Aku pahami sebagai pertanda
Atas keagungan-Mu
Sebagai saksi abadi, atas keesaan-Mu
dan
Sebagai kabar berita bagi manusia
Bahwa tak satu pun ada
Yang menandingi dan menyekutui-Mu

X
Bekalku memang masih sedikit
Sedang aku belum melihat tujuanku
Apakah aku meratapi nasibku
Karena bekalku yang masih kurang
Atau karena jauh di jalan yang ‘kan kutempuh
Apakah Engkau akan membakarku
O, tujuan hidupku
Di mana lagi tumpuan harapanku pada-Mu
Kepada siapa lagi aku mengadu?

XI
Ya Allah
Semua jerih payahku
Dan semua hasratku di antara segala
kesenangan-kesenangan
Di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau
Dan di akhirat nanti, di antara segala kesenangan
Adalah untuk berjumpa dengan-Mu
Begitu halnya dengan diriku
Seperti yang telah Kau katakan
Kini, perbuatlah seperti yang Engkau kehendaki

XII
Ya Tuhan, lenganku telah patah
Aku merasa penderitaan yang hebat atas segala
yang telah menimpaku
Aku akan menghadapi segala penderitaan itu dengan sabar
Namun aku masih bertanya-tanya
Dan mencari-cari jawabannya
Apakah Engkau ridha akan aku
Ya, Ya Allah
O Tuhan, inilah yang selalu mengganggu langit pikiranku

XIII
Ya Allah
Aku berlindung pada Engkau
Dari hal-hal yang memalingkan aku dari Engkau
Dan dari setiap hambatan
Yang akan menghalangi Engkau
Dari aku

XIV
Ya Illahi Rabbi
Malam telah berlalu
Dan siang datang menghampiri
Oh andaikan malam selalu datang
Tentu aku akan bahagia
Demi keagungan-Mu
Walau Kau tolak aku mengetuk pintu-Mu
Aku akan tetap menanti di depannya
Karena hatiku telah terpaut pada-Mu

XV
Tuhanku
Tenggelamkan diriku ke dalam lautan
Keikhlasan mencintai-M
Hingga tak ada sesuatu yang menyibukkanku
Selain berdzikir kepada-Mu

*********************************