Ini adalah sebuah kisah yang pernah saya dengar saat saya masih kecil dulu, sebuah kisah yang sarat dengan hikmah... Kisah antara Guru yang bijak dengan beberapa muridnya, dangan gaya bahasa saya akan saya tuliskan kisahnya sebagai berikut...
Ada seorang Guru yang bijak lebih mencintai salah satu orang muridnya sebut saja Si Fulan namanya, Si Fulan adalah murid yang termuda
diantara murid-murid yang lainnya. Karena atas perhatian dan kecintaannya Sang Guru Bijak tersebut pada Si Fulan yang lebih ketimbang murid-muridnya yang lain, hal itu tentu saja menimbulkan
kecemburuan di kalangan murid-murid lainnya.
Sang Guru Bijak tersebut mengetahui gelagat para murid-muridnya yang menganggapnya pilih kasih terhadap Si Fulan. Sang Guru Bijak tersebut mempunyai rencana yang akan dilakukan pada murid-muridnya agar menjadi pelajaran bagi murid-muridnya kenapa ia sangat mencintai dan menyayangi Si Fulan.
Suatu hari Sang Guru Bijak menyuruh
para muridnya menyembelih seekor ayam. Masing-masing disuruh menyembelih
ayam itu di tempat yang tak diketahui oleh siapapun yang dapat melihatnya. Sang guru
hanya berpesan agar mereka kembali paling lambat saat matahari terbenam.
Saat mereka kembali, semua murid membawa ayam sembelihan mereka ke hadapan sang guru. Namun anehnya Si Fulan kembali dengan membawa seekor ayam yang masih hidup. Tentu saja hal ini menjadi bahan tertawaan murid-murid yang lain.
Saat mereka kembali, semua murid membawa ayam sembelihan mereka ke hadapan sang guru. Namun anehnya Si Fulan kembali dengan membawa seekor ayam yang masih hidup. Tentu saja hal ini menjadi bahan tertawaan murid-murid yang lain.
Sang Guru Bijak kemudian menanyakan bagaimana mereka menjalankan perintahnya.
Murid pertama mengatakan bahwa ia membawa ayam itu ke rumahnya, mengunci
pintu kemudian menyembelihnya. Murid kedua mengatakan bahwa ia membawa
ayam tersebut ke rumahnya, mengunci pintu, menutup tirai, kemudian masuk
ke dalam lemari tertutup, lalu menyembelihnya. Murid ketiga juga
membawa ayam itu ke dalam lemari tertutup, namun ia menutup matanya
dengan kain sehingga ia sendiripun tak melihat proses penyembelihan
tersebut. Murid lainnya pergi ke daerah gelap, yang terpencil di dalam
hutan. Murid terakhir pergi ke sebuah gua yang gelap gulita.
Akhirnya tibalah giliran Si Fulan. Ia menundukkan kepalanya
dengan malu. Ayamnya masih berkotek di dalam pelukannya. Dengan lirih ia
berkata, “Aku telah membawa ayam ini ke dalam rumah. Tapi Tuhan berada
di segala sisi rumah itu. Aku pergi ke tempat paling terpencil di hutan,
tetapi Tuhan tetap ikut bersamaku. Bahkan di gua paling gelap sekalipun
Tuhan berada di sana. Tak ada satu tempatpun dimana Tuhan tak dapat
melihatku. Sang Guru Bijakpun tersenyum mendengar jawaban Si Fulan...
Akhirnya murid-murid yang lainnya sadar dan mengerti mengapa Sang Guru Bijak tersebut sangat mencintai dan menyayangi Si Fulan. Sejak saat itu kecemburuan murid-murid yang lain pada Si Fulan langsung
sirna.
Mudah-mudahan kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar